Wednesday, November 26, 2008

Politisasi Pengharaman Rokok

Bahwasanya saat ini produk tembakau di tanah air sudah hampir “dua abad” mengalami metamorfosa telah menjelma menjadi cluster Industri Hasil Tembakau (IHT) yang solid, 90% ditunjang sumber daya bahan baku lokal, yaitu industri tembakau dan cengkeh (usaha tani, perkebunan dan keterkaitannya). Seiring seabad hari Kebangkitan Nasional IHT bersama Pemerintah telah sepakat membuat rencana kerja sampai dengan Tahun 2020. Judulnya “Roadmap IHT 2020”.

Jelas roadmap ini adalah mahakarya yang berjiwa dan bersemangat nasional. Intisarinya berupa peta perjalanan secara integrasi, saling menghargai, menuntun pemerintah dan stakeholder industri ini untuk menentukan sikap dan arah rencana usaha ke depan dengan elegant.

Seharusnya kepada aktivis manapun yang anti tembakau, kiranya juga dapat menghargai adanya kesepakatan ini. Karena bila tuntutan mereka adalah murni “faktor kesehatan”, sebenarnya keberadaan IHT berikut hasil produksinya tidak menjadi masalah. Sebab di penghunjung roadmap tersebut, industri telah berkomitmen mengutamakan kesehatan. Semua memerlukan waktu dan proses.

Namun kenyataannya para aktivis lokal yang dipengaruhi asing dengan dalih kesehatan tidak henti-hentinya menekan industri ini dengan menyebar isu negatif. Membangun publik opini dengan memutarbalikkan fakta melalui banyak media – Berapa milyar rupiah untuk pasang iklan di beberapa koral nasional, dalam rangka Hari Kesehatan Tanggal 12 Nopember 2008?- Sumber pendanaan dalam jumlah besar dari luar negeri yang diterimanya mendorong gerakan mereka berbias dan semakin menyimpang dari esensi tujuannya. Dengan arogan – tidak beretika – hanya alasan asap rokok, menuntut Presidennya sendiri secara perdata ke pengadilan. Terkesan sekali gerakan mengadu-dombanya. Bukankah “penghirup” asap knalpot di sepanjang Jalan Sudirman, lebih berbahaya? Mana iklannya?

Sebenarnya target mereka hanya satu: agar industri ini sirna dari muka bumi Indonesia. Khususnya kretek. “Mengapa? Karena ekspor kretek kian meningkat.” Semakin jelas bias dibaca, manuver mereka mencerminkan adanya kepentingan terselubung dari “liberalosme global dan kapitalisme internasional” untuk memangkas penopang (kontributor) sendi-sendi ekonomi bangsa agar dapat melumpuhkan kekuatan sosial dan perekonomian Nagara Kesatuan Republik Indonesia. Bukanlah kretek adalah Pundi-pundi Kekayaan Khasanah Induistri Bangsa? Mengapa bila masalahnya kesehatan tidak diselesaikan dengan kesehatan? Mengapa dibenturkan dengan ekonomi dan dibawa ke ranah agama?

Dan kemudian, kecuali MUI Jawa Timur, pun dengan tegas menyatakan bahwa rokok adalah haram! Padahal setahu saya hanya makruh saja.

[Bahan diambil dari Pokok-pokok Pikiran yang dikeluarkan oleh Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) di Jakarta tanggal 9 Nopember 2008. Pokok-pokok Pikiran ini hasil masukan, summary dari pengkajian Tim Industri Tembakau, IHT, Asosiasi Industri, FSP RTMM SPSI, Asosiasi Petani Cengkeh Indonesia, Pemuda Tani HKTI, Lembaga Perekonomian Nahdlatil Ulama, para akademisi Universitas Negeri Jember].

Lengkapnya bisa klik di sini.

No comments:


Soegeng Rawoeh

Mudah-mudahan apa yang tertuang dalam blog ini ada guna dan manfaatnya.