Friday, April 25, 2008

Gula Pun Dibakar

Impor gula rafinasi sejatinya hanya untuk memenuhi kebutuhan pabrik makanan dan minuman. Namun kenyataannya gula ini juga beredar di pasaran.

Akibatnya, menjelang musim giling (perkiraan awal bulan Mei ini) harga gula justru merosot. Padahal, tahun-tahun sebelumnya, pada saat menjelang musim giling, harga gula pasti tinggi. Karena memang stok sudah mulai habis.

Namun, dengan penggelontoran gula rafinasi, maka jadinya begitu.

Tak heran bila Rabu kemarin para petani yang ada di Jawa Timur pada protes ke pemerintah, agar menyetop peredaran gula rafinasi di pasaran. Liputan 6 memberitakan bahwa : Ribuan petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Timur, Jalan Indrapura I, Surabaya, Jatim, Rabu (23/4) siang. Massa sebelumnya beraksi di area PT Perkebunan Nusantara (PTPN) X, Surabaya serta Kantor Gubernur Jatim.

Bahkan Suara Surabaya.net mewartakan bahwa Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTR) menolak perpanjangan waktu penarikan gula rafinasi di Jatim dan mengancam membakar gudang gula rafinasi. Ini sekaligus menjaga kewibawaan Gubernur Jatim yang sejak awal melarang impor gula rafinasi ilegal.

Selama ini, modal petani tebu baik untuk pupuk, angkut tebang dan sebagainya, sudah sangat besar. Sementara kenaikan harga gula hanya 2% dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Kondisi ini menyebabkan petani tebu merugi karena ongkos produksi lebih besar dibandingkan keuntungan yang diperoleh.

Di halaman lain, SS dot net ini memberitakan bahwa: ….. dengan membanjirnya gula rafinasi di pasar, pukulan telak bagi petani tebu. Bahkan dari informasi yang diterima, di Jawa Timur akan berdiri lagi pabrik baru yang memproduksi gula rafinasi. Umumnya, harga gula rafinasi ini lebih murah dibanding harga gula produk petani tebu Indonesia.

Sebelum APTR menemui anggota dewan, ARUM SABIL memerintahkan petani tebu untuk membakar contoh gula rafinasi yang beredar di pasaran.

Tiga karung gula rafinasi digantung pada sebatang pohon dibawahnya diletakkan kentongan dan ban yang dibawa petani tebu. Kata ARUM ini bentuk pelampiasan kemarahan Asosiasi Petan Tebu Rakyat (APTR)
terhadap sikap pemerintah yang kurang tegas menyikapi peredaran gula rafinasi ilegal.

Kabarnya harga ‘kulakannya’ cuma Rp 2.000. Kalau dijual dengan harga Rp 4.000 saja, sudah berapa keuntungan bakal diraup oleh para importir yang ‘jahat’ itu.

Bila masalah ini tidak ditangani secara tuntas, niscaya 12 tahun lagi, Tahun 2020, Indonesia bakan menjadi pengimpor gula 100%. Karena para petani sudah ngambek tak mau lagi menanam tebu.

No comments:


Soegeng Rawoeh

Mudah-mudahan apa yang tertuang dalam blog ini ada guna dan manfaatnya.