Saturday, May 24, 2008

10 Tahun Repot Nasi

Ketika reformasi bergulir 10 tahun lalu, persoalan ekonomi dan kesejahteraan rakyat merupakan salah satu agendanya. Apa yang kita capai kini?

Paling menonjol dalam gugatan reformasi terhadap penyelenggaraan dan pembangunan ekonomi ialah tumpukan utang negara, sementara kekayaan sumber daya alam kian terkuras. Kesenjangan antara yang kaya dan miskin melebar. Jumlah orang miskin membengkak. Demikian tulis KOMPAS dalam Tajuk Rencananya, 15 Mei 2008. Lanjutnya, Sebagai pemilik sumber daya alam (energi), Wakil Presiden Jusuf Kalla pernah menyatakan ”industry follow energy” adalah kebijakan energi Indonesia ke depan. Manfaatnya bisa berlipat ganda bagi rakyat Indonesia. Namun, pernyataan itu berlalu begitu saja karena tak berwujud pada tingkat operasional.

Jangankan itu, sekadar bernegosiasi untuk membenahi kontrak dengan pihak asing di bidang perminyakan, gas, pertambangan, dan sektor lainnya yang merugikan, kita seolah menghadapi hantu, ketakutan. Kontrak bisnis memang harus dihormati, tetapi negosiasi ulang dalam kondisi luar biasa juga tidak ”haram”.

Negosiasi ulang demi kepentingan dan kemakmuran rakyat, bangsa, bukan sekadar kepentingan jangka pendek kelompok saja, tentu akan mendapat dukungan kuat dan luas anak-anak bangsa. Pihak asing pun bisa memahami sepanjang negosiasi diletakkan pada kepentingan bersama yang berkelanjutan dan jangka panjang.

TEMPO Edisi 12/XXXVII/12/12 - 18 Mei 2008, dengan judul : Jatuh 10 Kali, Bangun 11 Kali, mengulas soal para pengusaha yang berjaya akibat reformasi. Begini:

SELEKSI alam 11 tahun lalu menapis pengusaha negeri ini ke dalam dua gundukan: sejati dan karbitan. Ada yang jatuh tapi bangkit lagi. Umpamanya, Keluarga Bakrie. Tenggelam dalam utang Rp 10 triliun pada 1998, kekayaan keluarga ini mencelat ke angka Rp 49.7 triliun. Majalah Forbes mendapuknya menjadi orang terkaya di Indonesia 2007.

Ada pula yang jatuh hingga kini belum kunjung bangun, seperti imperium bisnis Keluarga Cendana. Ada pula yang tak pernah jatuh, seperti Robert dan Michael Hartono. Pemilik raksasa rokok Djarum ini tak pernah berutang. Kini bahkan berlipat tiga dibanding sebelum krisis. Berikut ini statistik mereka.

Photobucket

Seandainya dari total para pengusaha kaya negeri ini 5 % saja = Rp 18,47 triliun. Dan seandainya duit itu dipakai untuk mendirikan prabrik padat karya, berapa tenaga kerja terserap?

Belum lagi bilamana para petinggi Negara ini juga ikut andil di dalamnya. Alangkah akan berbahagianya sebagian besar rakyat Indonesia.

Saya berandai-andai, seumpama dari total para pengusaha kaya negeri ini 10 % saja = Rp 18,47 triliun. Dan seandainya duit itu dipakai untuk mendirikan prabrik padat karya, berapa tenaga kerja terserap?

Belum lagi bilamana para petinggi Negara ini juga ikut andil di dalamnya. Alangkah akan berbahagianya sebagian besar rakyat Indonesia.

Kenaikan BBM yang sudah berlaku beberapa menit yang lalu itu pasti akan diterima, bila andai-andai saya ini bisa terwujud.

No comments:


Soegeng Rawoeh

Mudah-mudahan apa yang tertuang dalam blog ini ada guna dan manfaatnya.