Thursday, December 25, 2008

Pemilu 2009: Tak Lagi Memilih Kucing Dalam Karung

Mahkamah Konstitusi (MK) kembali membuat kejutan. Setelah memerintahkan pemungutan suara ulang dalam Pilkada Jatim, kini MK menghapuskan sistem nomor urut untuk menentukan siapa duduk di kursi DPR dan DPRD.

Keputusan MK soal Pasal 214 Huruf a, b, c, d, e UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD dan DPRD dibacakan di Gedung MK Jakarta, Selasa (23/12/2008). Dengan demikian, sistem suara terbanyak akan menjadi rujukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menentukan pemenang pemilu legislatif.

mahfud_mdMajelas hakim yang dipimpin Ketua MK Mahfud MD menilai pasal tersebut hanya menguntungkan caleg yang duduk di nomor urut terkecil dan sebaliknya merugikan caleg nomor urut besar. Sebab, caleg dengan nomor urut besar harus bekerja sangat keras untuk memperoleh suara 30 persen atau lebih.

Kalau pun akhirnya caleg dengan nomor urut besar bisa meraih suara 30 persen atau lebih, dia belum tentu bisa mendapatkan kursi di DPR/DPRD kalau caleg dengan nomor urut kecil juga mendapatkan jumlah suara yang sama.

“Menurut mahkamah, Pasal 214 Huruf a, b, c, d, e yang menentukan pemenang adakah yang memiliki suara di atas 30 persen dan menduduki nomor urut lebih kecil adalah inkonstitusional, bertentangan dengan kedaulatan rakyat sebagaimana diatur dalam UUD 1945,” tutur Hakim Konstitusional Arsyad Sanusi.

Fasal ini dinilai tidak adil karena mengandung standar ganda yang memaksakan pemberlakuan hokum yang berbeda dalam kondisi yang sama. Menurut MK, partai politik harus dibatasi dalam menentukan caleg, yaitu tidak boleh melanggar prinsip kedaulatan rakyat.

MK juga menegaskan, penghapusan itu tidak berarti ada kekosongan hokum. Walaupun tanpa revisi UU maupun pembentukan peraturan pemerintah, keputusan MK berlaku sebagai hukum.

Dalam kesempatan yang sama, MK juga memutuskan tetap mempertahankan DPR, DPD dan DPRD, serta memutuskan untuk mempertahankan ketentuan kuota perempuan 30 persen dan zipper system yang mengharuskan terdapat sekurang-kurangnya satu perempuan bakal calon pada setiap tiga orang di daftar bakal calon, seperti yang diatur dalam Pasal 55 Ayat (2) UU Pemilu. (MK Hapus Sistem Nomor Urut - Harian Surya)

Dengan keputusan ini memang siapa yang pantas duduk di kursi DPR dan DPRD adalah murni jumlah suara rakyat. Bukan ditentukan oleh otoritas partai. Kalau sebelumnya kita memilih caleg ibarat memilih kucing dalam karung, tak tahu kucing garong atau kucing angora.

Namun masalahnya sekarang bergeser di aras bawah. Bagi yang berkantong tebal, niscaya bakal mempunyai peluang yang lebih besar ketimbang calon yang hanya berbekal visi dan misi. Karena rakyat sekarang (masih) butuh nasi. Bukan visi atau misi.

Yakin, akan banyak uang (asli maupun – hati-hati – palsu, yang beredar di segenap penjuru Nusantara.

No comments:


Soegeng Rawoeh

Mudah-mudahan apa yang tertuang dalam blog ini ada guna dan manfaatnya.