Ketika Islam hadir di bumi Arab, justru dizalimi oleh para preman jahiliyah. Dan ketika Islam hadir di bumi Nusantara juga tanpa memakai gaya preman.
Kini banyak orang yang merasa, bahwa Islam yang dilakoninya adalah Islam yang sebenarnya Islam. Tempo Edisi menampilkan Topik: Beriman Tanpa Jadi Preman. Dalam opininya ditulis antara lain:
KEPADA polisi ucapan selamat rasanya pantas diberikan. Mereka berani menahan dan menetapkan Ketua Front Pembela Islam Rizieq Shihab sebagai tersangka di balik tragedi Monas. Puluhan anak buahnya disidik seusai ”serangan fajar” yang rapi, tanpa bentrokan, tanpa perlawanan. Para dedengkot laskar berjubah putih dari Petamburan ini sudah pula diciduk, meski ada yang keburu jadi buron.
Langkah bagus bagi proses penegakan hukum, meskipun ada kritik ihwal keteledoran dalam pengamanan sebelum dan ketika tragedi di Lapangan Monas itu terjadi. Tak adanya benteng pengaman yang memadai membuat para laskar berjubah itu begitu leluasa menggebuki para aktivis dari Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan sampai babak belur pada 1 Juni lalu.....
Opini ini diakhiri dengan tulisan:
Setelah yang bersalah dihukum, jangan penyelesaian seperti masa lalu terjadi lagi. Bukankah polisi pernah mengeluarkan Rizieq dari tahanan polisi dan menjadikannya tahanan rumah, namun tak lama kemudian dia mencabut gugatan kepada polisi yang diikuti dengan pembekuan laskar. Privilese dan tawar-menawar dengan aparat model begini sudah harus diakhiri.
Negara harus menang. Ini hanya bisa terjadi manakala pemerintah berani bersikap tegas, termasuk kepada laskar yang bertindak atas nama Islam. Negara Pancasila ini harus diatur berdasarkan konstitusi dan hukum positif. Negara harus menjamin kebebasan beragama warga negaranya, juga memastikan agar pemeluk agama beriman tanpa menjadi preman.
Semoga ini semua bisa jadi pelajaran bagi kita semua. Bahwa berbuat baik tak baik bila dilakukan dengan cara-cara yang tidak baik.
No comments:
Post a Comment