Ketika saya kuliah dulu, pak Dosen pernah bilang bahwa 1 di antara 2 Jaksa itu menjadi penghuni neraka. Begitu katanya. Pada waktu itu, memang saya masih belum paham betul soal sepak terjang para Jaksa di negeri ini. Baru setelah kami mencoba berpraktek di Pengadilan, ternyata omongan Pak Dosen tak 100% salah. Dan mendengar dialog mesra Ayin dengan pak Urip pernyataan Pak Dosen ternyata 1000% akurat.
Demikian sebagian kutipan dialog Ayin dengan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun), Untung Udji Santoso itu:
”Gimana, Yin.”
”Itu, si Urip. Tapi ini aku sudah pakai nomor telepon lain ini, aman. Ketangkep KPK di rumah.”
”Di mana ketangkep?”
”Kan, mau eksekusi itu kan….”
”Eksekusi apa?”
”Ya, biasa. Tanda terima kasih itu.”
”Terima kasih apa? Perkara apa?”
”Enggak ada sebenarnya? Enggak ada perkara apa-apa. Cuma dia kan baru terima dari Urip... Urip kita. Sekarang telepon dulu Antasari, deh. Bagaimana cara ngamaninnya itu.”
”Sebentar saya telepon dulu si Fery.”
”Fery sudah aku suruh Djoko.”
Kalau Ayin dengan Kemas bisa download di sini atau di sana.
Artalyta tak menyangkal itu suaranya.
Di mata pengacara senior yang juga mantan staf ahli Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, Kamal Firdaus, isi rekaman yang disadap Komisi terang-benderang menunjukkan dekatnya Ayin dengan para petinggi kejaksaan. ”Yang satu dipanggil Mas, yang satu dipanggil Bang, betapa mesranya,” ujarnya. Rekaman itu, menurut Kamal, membuktikan kecurigaannya sejak awal. Yakni, Urip tidak ”bermain” sendiri. ”Presiden harus memerintahkan Jaksa Agung menindaklanjuti segala sesuatu di balik dialog itu,” ujarnya.
Kepada sumber yang menengoknya sebulan lalu, Urip menyatakan tuduhan menerima suap terhadap dirinya tidak kuat. ”Kalaupun ada rekaman telepon, itu bukan alat bukti,” kata sumber itu menirukan argumentasi Urip. Di depan kawannya, Urip tetap menyatakan uang itu ia pinjam dari Artalyta untuk bisnis permata. Dan tidak terkait dengan keputusan kejaksaan yang menghentikan penyelidikan terhadap kasus Bantuan Likuiditas Sjamsul.
Soal rekaman suara bukan sebagai alat bukti dibenarkan pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Indrianto Senoadji. Menurut Indrianto, rekaman hanya bisa dipakai sebagai petunjuk. ”Karena bisa direkayasa dengan kemajuan teknologi,” ujarnya. ”Jadi, harus dibenarkan dengan alat bukti tertulis atau ahli.” *)
Ayin — sebutan akrab Artalyta, memang si Ratu loby. Siapa yang tak bertekuk lutut padanya. Tentu saja untuk menekuk lutut mereka, Ayin perlu 'Surat Perintah dari Jenderal Sudirman' yang bergebok-gebok.
_________________________________________
*) Sumber: MBM TEMPO Online, Edisi 17/XXXVII/16 - 22 Juni 2008
Baca juga:
- Penegak Hukum "Dagang Perkara"
- Hukum sebagai Alat Kejahatan
- Artalyta Gemar Memberi Bantuan Modal Bisnis
No comments:
Post a Comment