BIN menuding bahwa demonstrasi anti kenaikan BBM itu ditunggangi. Lantas pihak DPR bekata, tolong tunjukkan si penunggang itu. Sementara pihak Kepolisian bilang bahwa ia belum menemukan siapa penunggang itu.
Bagi saya yang menungganginya adalah rasa kecewa dari segenap lapisan masyarakat akar rumput. Hanya saja mereka tiada punya daya untuk demonstrasi. Lantas aura ini ditangkap oleh sebagian mahasiswa untuk dijadikan momentum dan bahan untuk demonstrasi anti kenaikan BBM.
Sudah bukan masanya lagi menyebutkan adanya pihak yang menunggangi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak. Yang terjadi saat ini adalah aksi bersama karena munculnya perasaan senasib.
Hal itu, tulis KOMPAS, disampaikan Sekretaris Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP) DPR Ganjar Pranowo, Rabu (14/5) siang. Dalam jumpa pers tersebut, F-PDIP DPR menegaskan sikapnya menolak rencana kenaikan harga BBM dan akan bergabung dengan elemen masyarakat yang bersikap sama.
Ucapan Ganjar itu menanggapi pernyataan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Syamsir Siregar yang menuding sejumlah unjuk rasa menolak rencana kenaikan harga BBM belakangan ini ditunggangi. Penunggang unjuk rasa itu, menurut Syamsir, beragam, antara lain mantan pejabat.
Anggota F-PDIP, Aria Bima, menyebutkan, terhadap rencana pemerintah menaikkan harga BBM, banyak elemen yang bersikap sama.
Justru Aria menyebutkan, jangan-jangan keputusan menaikkan harga BBM itu yang ditunggangi. Hal itu mungkin terjadi ketika perusahaan besar sudah bersenyawa dengan pengambil kebijakan.
Jadi soalnya bukan siapa penunggangnya, tapi kenapa BBM harus naik, di saat seperti sekarang ini. Karena seperti yang sudah kita mafhumi bersama, BBM sebagai kebutuhan sumber energi, akan mengkatrol kenaikan sembako dan barang-barang lain.
Dan ini, yang paling menderita, rakyat juga, pemilik sah negeri ini. Karena rakyat tidak tahu dan tidak mau tahu, apa itu defisit anggaran dan tetek bengeknya.
Sekedar catatan :
Setelah rezim Orde Baru jatuh, seperti yang ditulis TEMPO, Kredit macet di bank pemerintah hampir Rp 300 triliun. Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia mengucur sampai Rp 140 triliun untuk menyelamatkan bank-bank yang digerogoti pemiliknya sendiri.
Badan Penyehatan Perbankan Nasional pun jadi timbunan sampah kredit macet. Bermacam aset yang diserahkan pemilik bank sebagai ganti bantuan likuiditas pun banyak yang bodong. Sampai Februari 2004, ketika Badan Penyehatan itu ditutup, aset-aset tersebut hanya bisa dijual dengan harga 29 persen dari taksiran harga beli pemerintah. Sisanya harus ditutup dari anggaran negara. Entah sampai kapan dana penyelamatan ekonomi Rp 600 triliun itu tidak lagi menjadi beban anggaran negara.
Orde Reformasi bin Orde (ter)Baru menjadi penerusnya. Dengan dana yang serba cekak, harus bisa mengemudiakn perahu yang bocor di sana sini.
No comments:
Post a Comment