Tapi ternyata Orla punya juga tunggakan hutang. Bukan kepada pihak asing, justru kepada salah seorang warganya. Suryalive.com memberitakan: Pemerintah masih memiliki hutang sebesar f 300 atau Rp 300 di tahun 1946 kepada Artip yang belum dibayar hingga kini.
Celakanya, ahli waris Artip menagih hutang tersebut dan menggugat Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia (BI) untuk mengembalikan pinjaman yang kini telah mencapai Rp 1,185 miliar.
Tahun 1946 silam saat perekonomian Indonesia sangat sulit, pemerintah mengeluarkan kebijakan Pinjaman Nasional dan mempunyai hutang kepada almarhum Artip dengan perincian; Pinjaman Nasional Negara Republik Indonesia 1946 dengan bunga 4 persen, Resipis oentoek Soerat Pengakoean oetang sebesar f 100, pada tanggal 1 Mei 1946 No. A 92756.
Pinjaman Nasional Negara Republik Indonesia dengan bunga 4 persen, Resipis sebesar f 100, pada tanggal 1 Desember 1946, No. A 92756. Pinjaman Nasional Negara Republik Indonesia dengan bunga 4 persen, Resipis sebesar f 100, pada tanggal 1 Djoeni 1947, No. A 92756.
Almarhum Artip meninggalkan warisan berupa piutang ini kepada ahli warisnya, yakni Apsah, Arpinah, Sarnah, Omo, Sumarmo, dan Hadijah. Sebelumnya, penggugat telah berusaha melakukan musyawarah dengan para tergugat namun menemui jalan buntu dengan alasan hutang tersebut telah kadaluarsa.
Namun, Kuasa hukum penggugat Roichan Santoso mengatakan, dalam hukum hutang piutang tidak berlaku kadaluwarsa. "Dalam utang piutang tidak ada kadaluarsa. Siapa yang mengatakan kadaluarsa, saya bisa tunjukkan kebenarannya," kata Roichan, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu ( 27/8 ).
Selain menuntut piutang Rp 1,185 miliar, penggugat juga menuntut ganti kerugian moril Rp 10 miliar.
No comments:
Post a Comment